Sabtu, Agustus 16, 2008

AYAH HARUSKAH AKU KEHILANGANMU

AYAH HARUSKAH AKU KEHILANGANMU


Aku hanya bisa katakan betapa polos dia betapa rapuh dirinya bocah berusia 2 tahun dan 4 tahun keduanya perempuan, dia menangis keras dan menjerit tanpa henti saat sang nenek datang berkunjung ke rumahnya. Si kakak hanya terdiam dan mangut saja saat sang nenek menjemput tapi sang adik menangis histeris sambil menjerit-jerit tidak mau ikut bersama sang nenek. Tangisnya membuatku kaget saat itu aku masih bocah berusia 8 tahun hinggaku berlari secepatnya dan melihat bocah yang sedang menangis itu katakanlah dia bernama riana gadis cilik dengan paras cantik dan menawan, riana menangis keras kedua tangannya memeluk erat kaki ranjang di kamarnya aku terdiam tanpa kata-kata dan bertanya pada kakakku kenapa riana menangis, dengan gaya bahasa yang sangat polos kakakku yang masih berusia 11 tahun mengatakan bahwa riana mau diambil neneknya dan tinggal bersama ayahnya. Aku terdiam kaget antara mengerti dan tidak akan duduk persoalan yang sedang dialami orangtua riana dan cindy kakak riana yang kutau ayahnya tak pernah lagi pulang kerumah mereka dan setahuku riana tak pernah melihat ayahnya sejak dia lahir sampai berusia 2 tahun. Aku masih ingat dengan jelas tentang ayah riana dan cindy, pernah aku dekat sekali dengan laki-laki itu kemanapun dia pergi aku selalu mengikutinya di belakang saat itu aku masih berusia 5 tahun betapa aku akrab dan dekat dengan ayah mereka, setiap dia pulang dan makan siang di rumah aku dengan rajinnya selalu duduk di sampingnya dan melihat dia makan saat dia menawarkan makan siang aku malah mengeleng dengan polosnya, lalu cindy lahir dan aku punya adik yang sangat aku sayangi dan cantik sejak cindy mulai tumbuh besar dan paman ian tinggal bersama saudara laki-lakinya aku mulai jarang bertemu dengannya cindy dan juga bunda arfah mama cindy. Aku hanya berkunjung beberapa kali kerumah baru mereka jika ada acara keluarga saja, lalu entah apa yang terjadi bunda arfah kembali kerumahku kami kembali tinggal bersama aku melihat bundaku menjadi kurus namun aku tak pernah bertanya kenapa karena saat itu yang kutahu hanya bermain saja dengan cindy yang masih kecil. Bunda kembali kerumah nenek hampir saja memori itu hilang dari ingatanku. Tak begitu lama aku melihat perut bunda kembali membuncit ternyata saat itu bunda sedang mengadung riana. Jarak rumah nenek dan rumahku yang jauh membuat aku jarang bertemu dengan bunda sampai aku masuk sd dan aku tinggal di rumah nenek saat itu aku kembali dekat dengan cindy dan bunda.
Semakin hari perut bunda semakin membuncit sampai kemudian aku punya seorang adik lagi, aku sering bertanya pada mama dari mana adik muncul lalu mamaku mengatakan semalam pesawat datang lalu menjatuhkan seorang adik untuk kami lewat atap rumah dengan polosnya aku percaya pada cerita mamaku yang penting bagiku saat itu, bukan dari mana adik datang tapi punya seorang adik membuatku sangat senang dan gemas. Tiap hari sepulang sekolah aku selalu duduk di samping bunda lalu melihat riana yang masih bayi kulitnya merah jambu pipinya merona merah aku sangat geram dan gemas sering aku memegang tangannya yang mungil dan setiap dia menangis aku selalu jadi histeris sendiri, masa kecil yang sangat berharga saat aku masih menjadi seorang bocah. Meski aku sedang dilalaikan oleh kehadiran riana yang cantik aku selalu terheran-heran dan bingung melihat paman ian tak pernah pulang ke rumah hanya saja aku tak pernah bertanya pada bunda karena aku sudah terlalu senang dengan kehadiran riana tapi masih jelas dalam ingatanku paman ian tak pernah hadir saat riana lahir sampai kemudian riana berusia 1 tahun, meski samar tapi aku ingat paman ian pulang lalu dia pernah melihat riana dalam pelukan mamanya tapi riana menangis dan dia berpaling dari tatapan ayahnya jika ingatan itu kembali dalam pikiranku aku merasa sedih mengapa bayi yang begitu mungil dan cantik yang harusnya berada dalam limpahan kasih sayang kedua orangtuanya kini harus kehilangan kasih sayang itu aku tidak mengerti tapi itulah yang dirasakan bunda. Meski aku tidak pernah melihat bunda menangis tapi aku tau bunda pasti sangat sedih dengan semua yang dilakukan suaminya meninggalkan dia sendirian saat dia sangat membutuhkan suaminya di sisinya aku sedih membayangkan bunda sendirian dan menangis, namun meski apapun yang terjadi bunda mampu bertahan sendiri dan aku melihat ketegaran itu dalam dirinya. Hingga riana 2 tahun dan cindy berusia 4 tahun, neneknya selalu datang menjemput mereka ke rumah untuk bertemu dengan ayahnya, cindy tidak menolak karena dia memang tidak mengerti arti penolakan tapi riana menangis histeri begitu asing baginya nenek dan ayahnya malah seluruh anggota keluarga ayahnya.
Aku tidak pernah tau kalau saat itu bunda arfah dan paman ian sedang dalam proses perceraian, aku juga tidak tau duduk persoalan yang sebenarnya terjadi yang kutahu paman ian telah menyakit bunda arfah cindy dan riana paman ian telah menelantarkan mereka sejak mereka masih bayi dan sampai sekarang. Hingga aku dewasa dan saat itulah aku mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada bunda arfah dan paman ian. Bunda arfah bercerai dengan suaminya saat anak-anak mereka masih sangat kecil aku tidak begitu ingat lagi usia cindy dan riana waktu itu yang kutahu mereka belum duduk di bangku SD mereka masih sangat kecil dan mereka kehilangan ayahnya saat itu. Aku sedih membayangkan nasib mereka, bunda wanita yang baik dan sangat sabar dia selalu bisa menerima semua perlakuan suami dan keluarga suaminya dengan tabah itu yang aku lihat dari bundaku aku kagum dengan ketegarannya. Setelah mereka bercerai bunda kembali tinggal bersama nenek dan kakek yang saat ini sudah meninggal, nenek dan kakeklah yang menanggung kehidupan cindy dan riana sementara ayahnya sama sekali lepas tanggungjawab, paman ian tidak pernah memenuhi tanggungjawabnya pada putri-putrinya sampai cindy dan riana bersekolah hampir seluruh biaya sekolah mereka menjadi tanggungjawab kakek dan paman dari saudara laki-laki tertua mamaku, aku bersyukur meski ayah mereka menelantarkan mereka tapi keluarga kami masih peduli pada cindy dan riana. Sampai akhirnya mereka dewasa dan menjadi remaja yang cantik-cantik, ayah mereka menikah lagi dan punya anak dari istri keduanya tapi laki-laki semua. Ternyata semakin mereka dewasa mereka semakin bijaksana karena saat ini cindy dan riana masih mau mendatangi ayahnya jika sang ayah memintanya dan mereka mau tinggal bersama ibu tirinya jika mamanya berpergian, namun satu yang aku tidak habis pikir sampai detik ini paman ian tidak pernah menunjukan tanggungjawabnya pada kedua putrinya, apalagi mengenai pendidikan yang sering membantu pendidikan cindy dan riana justru adik dari ayah mereka sendiri sungguh aku melihat bahwa figure seorang ayah sama sekali tidak ada pada diri paman ian dia gagal mencintai dan menyayangi kedua putrinya hingga mereka terlantar, aku tau bagi cindy dan riana sangat sedih menerima perlakuan ayahnya namun mereka tetap bersabar dan tabah meski kadang aku sering melihat kesedihan dan mata yang berkaca-kaca saat cindy bercerita tentang ayahnya “haruskah cindy kehilangan ayah cindy kak” seolah-olah kata itulah yang keluar dari mulutnya sementara riana aku sering melihat kecuekan darinya buat riana dia seperti tidak pernah memiliki seorang ayah “Karna ayah memang tidak pernah menyayangi kami” kata-kata seperti itu lebih tepat menggambarkan perasaan riana pada ayahnya.
Sungguh berat kehilangan salah seorang orangtua bagi anak-anak, mereka ibarat sebuah bangunan yang tidak pernah direncanakan beban gempa sehingga sedikit tergoncang mereka menjadi tidak stabil, tapi bagi cindy dan riana juga bunda arfah apa yang dialami mereka tidak menjadi boomerang bagi mereka untuk membenci jalan takdirnya mereka tetap yakin mungkin mereka memang kehilangan kasih sayang dari ayahnya bagi cindy dan riana dan bunda arfah merasa di sia-siakan oleh orang yang dicintainya tapi tapi Allah tidak pernah menyia-nyiakan hambanya dan Allah selalu menyayangi hamba-hambanya itulah yang menjadi pondasi dan kekuatan cindy, riana dan bunda arfah dalam bertahan menghadapi kemelut hidupnya Alhamdulillah mereka tetap merasa bahagia karena masih banyak orang lain yang menyayangi mereka. Sementara paman ian sendiri sampai saat ini tidak pernah berhasil dalam merintis usahanya apapun usaha yang di kerjakannya pada akhirnya selalu membawa kegagalan, aku jadi ingat bukankah Allah itu sudah mengatur rezeki untuk setiap anak hingga orangtuanya tidak perlu khawatir keberadaan anak-anaknya akan membuat mereka miskin, lalu apa yang akan mereka rasakan jika mereka menyia-nyiakan anak-anak itu tentu saja Allah juga akan menyia-nyiakan orangtua seperti itu. Semoga saja kita semua terlindung dari keburukan itu. Itu merupakan salah satu kisah yang ada dalam kehidupanku, kisah yang mengajarkanku untuk bisa menjadi wanita yang kuat dan tegar. Semoga bermanfaat buat yang membacanya.

Tidak ada komentar: