KISAH ACEH
Ini adalah sebuah kisah tentang bumi yang terus dihunjam darah.
Darah menetes dari luka tangan yang tersayat pisau
Darah menetes dari luka dada yang tertembak peluru
Darah menetes dari luka-luka tubuh yang terhantam letusan “bom”
Darah terus mengalir, menggenang, dan mengering di tanah rencong.
Tak hanya ber-tahun, tapi telah berabad lamanya.
Luar biasa amukan orang berperang hingga sekian lama
Hingga tak ada kain pel yang bisa menyeka darah setebal kitab.
Hingga laut mencoba bicara tentang arti kesucian diatas bumi
Lautpun bergemuruh
Untuk membersihkan darah diatas bumi yang tertanam tulang-tulang manusia.
Abaikan teriakan mulut kita yang terus bertasbih.
Semua orang menjadi terluka.
Luka…. luka…. Terasa perih….
terkoyak reruntuhan kayu dan hantaman batu.
Lukaku perihku, perih dilukaku, menjadi borok bernanah tak terjamah.
Burung kematian bernada parau mengelilingi, suaranya seirama erangan kesakitan
orang-orang, hingga tercipta alunan yang menyayat, menjadi orkestrasi erangan yang menggetarkan.
Serambi mekahku mengaduh bersamaan deras air mataku, bersama deras darahku. Nyeri daging dan tulang menjadi satu.
Acehku bersimbah darah
Menetes tanpa henti dari sayatan pisau keangkuhan
Melumurin tanahku yang suci nan elok
Tanpa henti tanpa tau kapan kan berakhir
Darah terus mengalir, menggenang dan mongering di bumiku aceh
Kian lama waktu tlah berlalu
Senjata tlah menrenggut kedamaian
Tumpahkan darah kotori serambi mekah
Lautpun bergemuruh, mengerang, menjerit hantarkan protes
Menghantam apapun yang menghadang,
Membanjiri dataran yang menjerit
Bersihkan noda diatas bumi
Jiwa menjerit mulut bertasbih mata menangis
Tangisi jiwa yang terluka
Perih…….perih…perih luka di badan
Terhantam amukan gelombang
Serpihan kayu batu perihkan luka
Jiwa menjerit…..menjerit…berteriak….sakit…perih luka di badan
Amukan ombak hanjutkan jiwa
Abaikan teriakan tasbih tak henti
Laut panggil ombak menyapu bersih genangan darah.
Amuk Ombak bergelung di atas badan,
Jiwa-jiwa bergelimpangan tiada nyawa di badan
Burung kematian senandungkan syair, mengelilingingi jiwa-jiwa tak bernyawa
Erangan kesakitan makin lirih menyayat sanubariku
Serambi mekahku menangis air mataku menetes sanubariku terusi
Dalam jerita jiwa aceh tercintaku
By : Fitri/Prakoso
Jumat, Agustus 22, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar